Rabu, 10 November 2010

Tentang Hadiahku




Pagi ini kukenakan kemeja putih

Bersih beserta dasi polos sedikit rapi


Entah ada apa

Semua senang menertawaiku

Bahkan mereka yang mengaku para keluarga dan kolega

Menunjuk gantungan di leherku



Mungkin saja mereka tidak tahu

Tentang hadiahku, kudapat dari batang reranting mengering

Jatuh dan berserakan di bawah batu koral bening



Mungkin juga mereka tidak tahu

Tentang hadiahku, kudapat dari lembar dedaunan kuning

Saat gelap tadi berguguran

Saat semesta sedang terlelap ketiduran



Terimakasih





Kuberikan puisi ini, untuk kalian yang terlahir diberi nama pahlawan.

Mengenang Hari Pahlawan 10 November




Minggu, 07 November 2010

Foto-Foto Berbagai Bangunan di Universitas Pendidikan Indonesia

Untuk para siswa SMA, SMK, MA ataupun yang sederajat, mungkin ini akan menjadi info yang menarik, khususnya untuk yang di luar Bandung.

Khususnya lagi untuk mereka yang akan melanjutkan jenjang pendidikannya ke tahap yang lebih tinggi lagi namun ada sesuatu hal yang masih menjadi beban ataupun membingungkan. Tak usah khawatir, kini Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) telah hadir dengan menawarkan gedung-gedung baru yang lebih futuristik. Tak hanya itu, juga fasilitas yang lebih baik dan tentunya dengan biaya yang masih terjangkau.


Penasaran seperti apa UPI yang sekarang? 





Gedung Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK)




Gedung LPPM. Inilah gedung yang turut membantu mengumpulkan para mahasiswa UPI yang hendak KKN




Gedung Parter. Disini nih tempatnya Pak Rektor bertugas




Gedung BPU




Gedung Fakultas Pendidikan Olah  Raga dan Kesehatan (FPOK)




Yang ini adalah gedung Pasca Sarjana. jadi jangan aneh kalo yang keluar bapak-bapak ama ibu-ibu semua. Bukan tempat yang tepat buat nongkrong...  




Gedung Polyclinic, lumayan kalo sakit bisa gratisan




Buat yang lagi stress dengan someone atau siapa pun itu, jangan khawatir. Gedung yang bernama University Center ini menyediakan konseling untuk mahasiswanya. Ingat yah, mahasiswa UPI aja. Heheee..




Mesjid Al-Furqan. Seperti namanya, memang tampak begitu gagah.




Gedung Olah Raga (GOR) Baru. Cuma lihat-lihat dari luar aja, yang ngambil gambar juga belum pernah masuk ke dalamnya.




UPInet, warnet milik UPI. Kecepatannya lumayan ngebut banget. Tapi ngga perlu pake helm ya. Hehehee




Gedung Fakultas Pendidikan Matematika Dan IPA (FPMIPA)




Ada yang belum tahu dimana salah satu tempat klub Persib Bandung latihan?? Betul sekali, disini tempatnya: Stadion Bumi Siliwangi




Gedung Gymnasium yang merupakan tempat wiaudanya mahasiswa UPI




Main Gate UPI




Hellypad kebanggaan milik FPTK. Hehehee...
Untuk lebih spesifiknya, datang saja langsung ke Bumi Siliwangi kampus Universitas Pendidikan Indonesia yang berada di jalan Dr. Setiabudhi no. 207 Bandung 40154 Telp. (022) 2013163 Fax. (022) 2011576.

Salam Kopisusu! 






Sabtu, 06 November 2010

Pernah Aku Mengunjungi Sebuah Rumah

Pernah aku mengunjungi sebuah rumah

halamannya dihiasi aneka pohon tak berbunga

tak berbuah



Dengan lama aku tinggal disana

dengan para romusha berkulit sama

aku kenal satusatu dari mereka

semuanya penikmat kopi pekat dan benci jus strawberry

Kata mereka, kami sangat betah

sebab disini kopi dapat dicari dengan mudah

gampang

seperti menukar emas jadi arang



Pernah aku mengunjungi sebuah rumah

pada suatu cerita lama dan benar benar lama

sampai sampai aku lupa pernah masuk lagi

pernah sekali lagi

di tempat ini




Bandung 2010

Kamis, 04 November 2010

Happy Ending

Sinar yang telah menerik mulai menguapkan embun-embun pagi di setiap sela-sela rerumput dan hamparan hijau lainnya. Adapun yang terkatrina oleh hembusan angin dari kendaraan yang mengejar waktu, mengejar setoran. Tampak bis antar kota berwarna putih melaju dengan cepat, mematahkan reranting yang berserakan diatas permukaan aspal. Sesekali terdengar suara decitan rem ketika bis melintasi kelokan-kelokan tajam di daerah yang memang berada di kaki gunung.

Semua begitu menikmati perjalanan indah itu. Perjalanan yang tak pernah terpikir akan seperti apa akhirnya. Kini bis putih bergaya elegan terdiam kaku di tengah jalan sepi, membuat segelintir orang-orang didalamnya kecewa karena beberapa agendanya akan sedikit terulur. Adapun yang hanya terdiam tak begitu mempermasalahkannya.

Dari dalam, Raga melihat sekali lagi sesuatu yang diterimanya malam tadi lewat e-mail, ia diminta untuk memilih disain untuknya. Ia menatap  print-out tersebu sekali lagit, ia takut matanya yang salah melihat. Namun untuk kesekian kalinya tetap seperti itu, tidak ada yang berubah. Ia akan lebih berterimakasih jika itu bukan mimpi.Setengah jam telah berlalu. Gemuruh suara-suara itu semakin membesar.

Raga mengeluarkan ponsel walkman-nya, lalu menekan tombol volume bertanda positif yang tersemat di samping kanannya. Sedikit demi sedikit gelak suara kasar pun mulai terabaikan, tertimpali musik favoritnya yang sudah diputar dua menit yang lalu. Melewati earphone, nyanyian romantis jelas begitu terdengar. Suasana ini mengingatkannya pada kenangan lama bersama seseorang seusai study-tour beberapa tahun silam.




Suara lantang Pak Darma dengan gerakan tangannya yang tegas mengisyaratkan untuk segera masuk ke dalam bis kepada beberapa siswa dan siswi yang lebih memilih menunggu di luar sambil menikmati suguhan panorama sejuk nan indah. Ada yang memanfaatkan momen ini dengan foto-foto, menelpon keluarga, membuka persediaan makanan ringan, sampai ada yang melewatkannya berdua saja dengan sang terkasih. Tapi ada juga yang memilih berdiam di dalam bis sambil menatap keindahan alam lewat kaca jendela, dan juga ada beberapa yang sedang tiduran.


Gertakan sepatu setengah berlari membangunkan beberapa yang tertidur. Suara mesin terdengar halus, bersiap-siap menjalankan ban hitamnya.


Sesosok gadis cantik bediri di samping kursi.


Raga menyadarinya, ia tidak sedang menduduki kursinya. Ia segera menutup buku catatan yang berisi puisi-puisi miliknya dan menyelipkan pena kecil di dalamnya. Kemudian ia mematikan musik yang dari tadi diputar. “Maaf.” Ia berangsur berdiri di samping gadis itu sembari mengucapkannya halus tepat ke telinga gadis itu.


 “Iya.” Ucap Mia dengan acuh. Ia langsung menuju tempat duduknya yang bernomor 13 itu. Angka sial, pikirnya.


Raga kemudian duduk lagi di kursinya, disamping Mia. Keduanya tak pernah berbicara sedikitpun.


Bis melaju lagi dengan perlahan, mengusir aliran udara di depannya. Dan raga mulai melanjutkan menulis puisinya yang belum selesai.


 “Kenapa kamu suka menulis tentang ibu?”


Kalimat itu memecah kesunyian diantara mereka.


Ia menatap dengan heran saat mendapati Mia sedang tersenyum ke arah bukunya.


 “Merindukannya ya?”


Raga menganggukan kepalanya.


 “Aku juga rindu padanya.” Ia memejamkan matanya, dalam. Ia begitu meresapi kerinduannya.


 “Saat sampai di rumahmu, tataplah matanya,” Raga menutup bukunnya. “seketika itu kerinduanmu akan menguap."


Ada sebuah cairan aneh mengalir lambat diatas pipi halus milik Mia, cairan bening yang tak pernah sebelumnya dilihat Raga dari sosoknya. “Bahkan, seperti apa wajahnya aku ngga pernah tahu.”


Suara lembut itu bagai tusukan menyakitkan buat Raga. Selama ini ia telah menyakitinya.


Sekarang ia tahu alasan Mia -yang padahal saat itu tidak mengetahui siapa pemiliknya-, menyobek puisi buatan Raga yang dipajang di papan kreasi kelas. Kejadian itu mebuat Raga membencinya.


Sedangkan Mia tak menyukai kabar itu. Kabar tentang ada seseorang yang membencinya di kelas barunya.


 “Maaf aku ngga…” Raga tak mampu melanjutkannya. Sesuatu jauh mengiris hatinya. Lalu ia memberikan lipatan sapu tangan.


Mia mengusap air matanya dengan sapu tangan milik Raga. Ia mencium wangi parfume yang tersemat didalamnya. Ia tak pernah menyadari aroma yang diciumnya itu selalu ada disampingnya selama perjalanan. “Terimakasih.” Ia memberikan lagi sapu tangan itu.


Raga tersenyum. “Sama-sama.”


Mia membalasnya dengan senyuman yang sama.


Tanpa terasa, kendaraan mereka telah sampai di sebuah rumah makan sederhana khas Sunda, agenda tour terakhir. Para wali kelas dan beberapa guru mengarahkan untuk tak terburu-buru.


Udara di luar begitu dingin bercampur dengan angin-angin dan debu-debu jalan dari lajuan kendaraan. Beberapa siswa berjalan berhamburan meninggalkan bis-bis yang berjajar teratur di tempat parkir terbuka yang lebih mirip seperti lapangan. Raga dan Mia masih belum turun dari bis.


 “Kamu ingin tahu ngga seperti apa sosok ibumu?” tawar Raga.


Mia mengernyitkan dahinya, ia belum mengerti. “Iya.” jawabnya penasaran.


Raga bergegas mengeluarkan  ponsel wakman dari sakunya. Lalu membuka menu dan folder-folder selanjutnya. “Coba lihat!”


Mia masih terdiam. Belum jelas apa yang dilihatnya.


 “Hanya seorang ibu cantik yang dapat melahirkan anak secantik ini.”


Kini Mia bingung, antara senang dan ingin marah terhadap si usil disampingnya. Tapi apa yang didengarnya membuat ia memilih untuk tersenyum saat melihat sebuah foto di layar ponsel. Fotonya sendiri yang sedang tertidur di kelas.



Seperti orang gila, Raga tersenyum sendiri ditengah kerutan dahi orang-orang disekitarnya. Ia baru terbangun dari masa lalunya. Sambil tetap tersenyum, ia mengeluarkan kembali contoh disain surat undangan tadi. Terukir diatasnya dua nama indah, Raga dan Mia.


Pak supir naik ke depan kemudi dan mulai mencoba menyalakan mesin. Sedangkan dengan pakainan dan tangan sedikit terlumuri oli, para antek-anteknya berdiri di samping bis, menunggu. Dan ternyata bis telah diperbaiki dengan baik, semua berjalan lancar. Mereka langsung bergegas masuk saat suara mesin terdengar. Perjalanan yang sempat tertunda itu kembali dilanjutkan.


Angin segar mulai menyapanya lewat celah-celah kecil di dinding bis tersebut.





- TAMAT -



Bandung 2010 
 

Rabu, 03 November 2010

10 Langkah untuk Mengatur Java pada Ponsel SE W302

Pertama kali melihat ponsel SE W302 dengan bentuknya yang stylish, ngga ribet, sederhana dan ramping, namun harganya tergolong murah itu, saya langsung menyukainya. Ibaratnya nih, kalo buat perempuan bisa dikatakan CP3 (cinta pada pandangan pertama). Hehehee...

Tapi saat memakainya, banyak hal yang patut dikeluhkan. Diantaranya tema yang tak dapat diubah dan aplikasi java untuk browser pihak ketiga (opera mini contohnya) yang tak bisa dipakai.

Temanya memang tak dapat diubah-ubah dan hanya terdapat empat opsi bawaannya.  Namun untuk aplikasi java, anda tak perlu khawatir. Ada beberapa cara untuk mengaturnya agar bisa dipakai dengan baik.




 10 Langkah untuk Mengatur Java pada Ponsel SE W302 :
  1. Menu >> Organizer >> Aplikasi
  2. Option (kiri bawah) >> Setting >> Connection
  3. Option lagi >> Create new
  4. Nama: Telkomsel
  5. Pilih connection yang baru dibuat
  6. Option >> Edit
  7. Prefered Connect >> Pilih PS
  8. Klik Proxy >> (use>yes - username:bebas1 - password:wap123 -no.Proxy:010-001-089-130 - Portnumber dikosongkan)
  9. Pilih PS data >> (username:bebas2 - password:wap123 - APN:Telkomsel)
  10. Pilih Save
     
    Aplikasi Java siap digunakan
    [Khusus Pengguna Telkomsel]
     



Selasa, 02 November 2010

Aku Masih Aku

Begitu cekatan auramu

Meramu ejaan malam di perempatan kota pualam



Ingin sekali ku mendekat

Bertukar gelombang tanya dan jawab, sambil katakan

Hai ini aku

Namamu masihkah seperti empat tahun lalu?

Seperti di awal ruang dengar dengan tangan gemetar

Dulu

Ketika menyapa buku buku jemari penghuni baru



Maaf mengganggu

Dengan dasi dan jas hitam, kutakut kau tak mengenalku. Ditambah kemeja biru berkerah

Tanpa sepatu bolong dan lusuhnya seragam sekolah

Tanpa tas gendong yang talinya putus sebelah



Tak usah malu

Karena aku bukan penikmat tubuh

Dengan murah dibelanjakan di kamar kamar hotel hingga subuh



Aku masih sosok yang pernah tak kamu mau

Pernah memungut sobekan surat untukmu

Terdampar diatas lantai dari tangan lembut itu

Sembari memeluk harap nanti nanti hadirmu menanti di ranjang tidur

Menungguku yang suamimu
 


Bandung 2010

Senin, 01 November 2010

Sebuah Jejak

Duduk memperhatikan kuatnya senja menahan rayuan malam. Sebelum kelambu hitam dikibarkan.

    Beserta hamparan hijau pesawahan luas menyebar, pepohonan tegak, dan gunung-gunung menjulang di bawah naungan lembayung jingga. Berhiaskan burung kecil yang terbang riang di bawahnya. Menemani tempat sederhana ini.

   Ini bukumu ia kembalikan, ucapnya. Terdengar dengan nada dipaksakan. Mungkin tak ingin membumbui rasaku.



Diam sejenak. Seakan terbangun beranjak dari hipnotis alam.

Segera kuambil buku tipis yang ia sodorkan. Buku bersampul merah maroon, masih utuh. Seperti baru kupinjamkan kemarin.

Angin tipis mulai mendesir, coba menghiburku. Mengalunkan nyanyian indah. Hinggap di tangkai-tangkai padi, hingga ikut menari terhanyut syahdu. Ia telah pergi mengejar impiannya.

Ia menatapku penuh haru. Matanya berbinar menahan luapan yang dirasakannya. Perasaan yang sama denganku. Masih saja ia paksakan.

Aku sudah tahu, jawabku. Ternyata benar.

Awan kelabu menutup surya. Hangat sinarnya tertahan, tak sampai di wajahku. Cahaya tak lagi ceria.

Aku tak bisa lama disini, ucapnya lagi sambil menengok seseorang lainnya. Ia mengulurkan tangannya berpamit diri.

Kuikuti arah matanya. Jauh di ujung pematang sana kulihat wanita berbalut rapih tertutup jilbab coklat. Tampak serasi dengan tanah, alas ia berpijak. Tengah menunggu setia orang di depanku.

Wanita itu telah lama kukenal. Parasnya tak asing.

Aku hanya mengangguk, bersalaman, dan berucap terimakasih. Tanpa kata-kata lagi, hanya senyum sendu.

Jaga diri ya, ucap Gera kesekian kalinya.

Ia meninggalkanku dengan senyum. Hanya kudengar deru motor yang dulu selalu kutumpangi saat hendak pergi ke sekolah.

Kini suaranya kian menjauh. Dimakan jalan.

Aliran udara membawa aroma pekat tertempal di buku ini, kutafsirkan sebagai jejak si peminjam. Inilah yang kucium saat berada di sisinya. Sungguh terasa nyata.

Kuraba lagi penuh rasa. Sambil kuingat tatapan manja merayuku saat hendak meminjamnya dulu. Jauh sebelum hari ini.

Memulai lembar demi lembar kubuka. Berharap ada kata tak terucap yang ia tuang dalam isyarat, meski harus teka-teki. Lama tak kudapatkan darinya. Secuil kertas terjatuh ketika kubuka puluhan lembar berikutnya. Inikah yang kuharapkan itu? Tak sabar rasanya ingin segera kuambil kertas tersebut, agar kutahu apa yang diisyaratkannya.

Sungguh betapa tersntaknya aku kala melihatnya. Tak mungkin sengaja ini diletakkan di bukuku. Aku sungguh kenal siapa dia.

Kulihat lagi untuk keberapa kalinya. Baru kukenali apa yang ada di sudut kanan bawahnya.

Ya ampun...

Segera kututup buku ini dan kumasukkan kertas tersebut ke dalamnya. Masih dengan seribu tanyaku.

Otakku berlari-lari diantara sampul dan selembar kertas putih itu. Kemudian tertahan. Baru kusadari setelah melihat dan membaca tulisan bercetak tebal berwarna putih diatas jertas merah maroon.

Jilid II

Ia telah meninggalkan pesan tanpa disadarinya. Selama ini ia berusaha menyembunyikannya. Betapa indah perasaannya.

Aku tak pernah memilikinya. Mungkin karena tergesa-gesa tak ingin terlambat sampai di bandara hingga tak disadarinya. Bukan, Tuhan-kulah yang memperlihatkan keagungan-Nya padaku.

Jadi ini alasan mengapa sampai berani menyimpannya. Syukurlah ia masih sosok seperti dulu yang selalu kukagumi. Ini jelas bukanlah milikku.

Angin senja menghembus kembali, mematahkan perhatian pepadian padaku dan menyuruhnya menari lagi. Kali ini bukan untuk menghibur, tapi turut berbahagia bersama sorakan jiwa.

Andai kamu lebih dulu datang, pasti kamu orangnya.

Kuingat kembali kata-katanya tiga tahun yang lalu. Seakan meninggikan diri sebari menutupi kerendahan hati dengan ketegasan.

Ah... Ia memang pintar dalam melantunkan kata-kata. Gubug ini jadi saksi kedua kalinya.

Tunggu aku kekasihku.




Subang 2010 

Dua Satu untuk Ku

Malam ini tepat tengahnya

Atau mungkin telah memagi

Ku terhentak untuk fasih radio butut disamping telingaku bertutur

Pelan pelan seperti suara pencegah tidur



Diam diam aku bagai pengagum

Kuperhatikan itu

Manis senyum artis Hollywood di almanak jadi wajah mengerikan

Yang sambil berkata, "waktu kita disini telah habis"

Aku tersenyum tanpa tawa

Aku layak disebut jatuh cinta


 
Juga lingkaran spidol warna merah pada angka dibawahnya

Hanya selisih satu

Saat kucocokan dengan tanggal surat dari sekolah yang kuterima tadi siang

Surat peringatan: kartu SPP-ku masih bersih tak bertarap

Lalu tulisan tak jelas disamping semakin menjelas

Hari terakhir ngekost



Kunikmati semua

Hingga isi cangkir kopi ketigaku tinggal setengah

Bercampur dengan katakata dalam kepala

Untuk sekeranjang senyum di rumah



Bapak..

Ibu..

Dengan kabar hebat, maaf aku membalas kalian

Seperti waktu bulan lalu kudengar panen musim ini gagal total



Satu Satu



Ah tidak. Aku yang menang

Bisa mengernyitkan dahi dua orang

Sekaligus



Dua Satu



Sudahlah

Mengalah saja untuk seorang putra tampanmu ini

Dan buat aku selalu jadi pemenang

Sekurangnya sebagai kado ulang tahunku tahun ini

Harinya yang tepat tiga minggu lagi



Ingat

Dua Satu








Bandung 2010