Minggu, 24 November 2013

Catatan Rasa Mocca

Aroma moccacinno masih sepekat dua hari yang lalu, saat kedua telingaku benar-benar dimanjakan oleh khayalanmu. Entah inspirasi entah ingatanku yang terbuka kembali, seketika ingin kutulis semua tentang malam itu. Kupikir atas alasan yang sama pulalah jika salah satu temanku yang seorang penyair selalu membutuhkan secangkir kopi saat hendak menulis.
Katamu: 

"Jika aku mampu mengubah takdir, aku ingin terlahir hanya dua atau tiga tahun lebih muda darimu, tak sejauh ini. Setiap hari aku akan menyemangatimu, lalu kaupun menyelesaikan kuliahmu dengan cepat. Dan hari ini, kita sama-sama punya pekerjaan yang baik serta seorang anak yang sedang lucu-lucunya, ia berusia satu tahun."




Aku benar-benar lupa seberapa bahagianya aku malam itu. Percayalah, aku tak melupakannya dengan sengaja. Mungkin Tuhan hanya menginginkanku tampak bersikap wajar, tanpa harus dinilai gila karena tak mampu menghentikan senyum tiap kali aku mengingatnya.