Sesuatu apa yang hendak kutulis saat diri ini mendapati serangkaian hidung mancung di sekelilingku tak ingin menangkap uraian angin yang memeluk aroma nafasku. Tentu bukan karena virus influelza atau bau tak biasa.
Bandung, 20 Mei 2011 | 00:14
----------------------------------------------
Tak perlu mempertanyakan apakah ini puisi atau cerpen
Saya sendiri bingung. Hehee...
Tapi yang pasti ini adalah sebuah catatan kecil
Saat rasa itu bergemuruh datang kemudian jari-jemarinya yang nakal mulai menyingkap selimut tebal dalam tidur yang cukup lelap. Hingga pada pukul tiga kurang seperempat, aku terpaksa harus terbangun dan sempat merasa sesak dengan suara isak yang tak kunjung pecah. Tapi, ternyata masih juga belum ada apresiasi untuk kantung mata berisi luka dan air mata yang tertahan itu.
Ada begitu banyak hal yang dikhawatirkan atas beberapa molekul oksigen yang akan kuambil dari dunia ini sebelum menjadikannya pribadi yang beda untuk kembali menyapa atmosfer lagi. Entah mereka sudah tak mempercayai takdir Amazon bersama Kalimantan. Entah aku memang tak layak mendapatkan bagian.
"Haruskah aku tetap tersenyum, setidaknya sebagai jam istirahat sebelum kembali menangis?"
"Haruskah aku menangis agar mereka tersenyum dan tertawa histeris?"
Sejujurnya... Tak ada yang ingin kutulis ataupun kutanyakan.
Dalam niat sesaat sebelum aku mulai menulis, selalu kuhindari kata-kata manis walaupun hasil akhir selalu saja terkesan sedikit puitis. Mungkin inilah bawaanku yang orang biasa menyebutnya "ROMANTIS", pikirku.
----------------------------------------------
Tak perlu mempertanyakan apakah ini puisi atau cerpen
Saya sendiri bingung. Hehee...
Tapi yang pasti ini adalah sebuah catatan kecil